What the meaning of LOVE ?

Sekalipun cinta telah ku uraikan
Dan ku jelaskan panjang lebar
Namun jika Cinta ku datangi
Aku jadi malu pada keterangan ku sendiri
Meskipun lidah telah mampu
Menguraikan dengan terang
Namun tanpa lidah,
Cinta ternyata lebih terang
Sementara
Pena begitu tergesa-gesa menuliskannya
Kata-kata pecah berkeping-keping
Begitu sampai kepada Cinta
Dalam menguraikan Cinta,
Akal terbaring tak berdaya
Seperti keledai terbaring dalam lumpur
Cinta sendirilah yang menerangkan cinta
Dan percintaan
(Sumber: Novel Ketika Cinta Bertasbih 2 hal.69 cet.ke1 Nov 2007)
“Sejak dulu, beginilah CINTA. Deritanya tiada akhir”
- Ti Pat Kay-
Cinta terkadang memang bikin seseorang terasa sangat bahagia. Namun ia juga menjadi biang dari ketercabikan hati.
A. Makna Cinta
y Dalam ensiklopedia bebas Wikipedia, Cinta dimaknai sebagai perasaan ingin membagi bersama atau sebuah perasaan afeksi (ketertarikan secara emosional) terhadap seseorang.
y Cinta juga diartikan sebagai sebuah aksi (kegiatan aktif) yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut.
y Menurut Syekh Ibnul Qayyim al-Jauziyah, dalam bahasa Arab, cinta adalah turunan dari kata mahabbah, yang berasal dari kata hubb. Ada 5 makna kata untuk akar kata hubb, yaitu:
1. Asy-shafa wa al-bayadh, putih bersih. Misalnya, dalam bahasa Arab, gigi yang putih bersih disebut habab al-asnan. Jadi, cinta bisa dimaknai sebagai sesuatu yang putih bersih. Aslinya cinta itu putih bersih, jika dibiarkan tetap putih, cinta akan menjadi anugerah terindah.
2. Al-‘aluww wa azh-zhuhur, tinggi dan kelihatan. Dalam bahasa Arab, bagian tertinggi dari air hujan yang deras disebut habab al-ma’i. Puncak gelas atau cawan disebut habab juga. Cinta dimaknai sebagai sesuatu yang memiliki tempat yang tinggi dan terlihat.
3. Al-luzum wa ast-tsubut, terus-menerus dan konsisten. Unta yang menelungkup dan tidak bangkit-bangkit dikatakan habb al-ba’ir. Cinta yang sebenarnya memang akan berlangsung terus-menerus dan konsisten. Tidak akan berkurang dosisnya, bahkan semakin bertambah, tumbuh dan berkembang.
4. Lubb, inti atau saripati sesuatu. Biji disebut habbah, demikian juga benih, asal, dan inti tanaman. Jantung hati, kekasih yang tercinta disebut habbat al-qalb. Karena cintaitu sendiri adalah bibit, yang tumbuh menjadi besar jika disiram, dipupuk dan dipelihara.
5. Al-hifzh wa al-imsak, menjaga dan menahan. Wadah untuk menyimpan dan menahan air agar tidak tumpah disebut hibb al-ma’i. Cinta juga bisa menjaga dan menahan sesuatu sehingga tak berserakan.
y Cinta adalah sesuatu yang putih bersih, tinggi dan terlihat (terekspresikan), keberadaannya terus-menerus dan konsisten, selalu tumbuh jika mendapatkan ‘nutrisi’ dan bisa menjaga atau menahan pemilik cintanya agar tetap ‘utuh’.
B. Pembagian Cinta
1. Versi Filsuf Yunani
Cinta dibagi 3, sbb:
a. Eros, cinta kepada lawan jenis yang dibarengi syahwat. Sifatnya biologis dan inderawi. Karena sesuatu yang bersifat inderawi itu, sifatnya tidak kekal.
b. Philia, setahap diatas Eros, namun sesekali masih berbaur dengan nafsu. Cinta ini biasanya muncul pada dua orang sahabat atau dua orang saudara.
c. Agape, kasih sayang. Cinta yang didasarkan pada take and give. Menurut para filsuf Yunani inilah cinta yang murni. Biasanya muncul setelah salang waktu yang lama setelah adanya penyesuaian kepribadian, saling memahami, saling mengerti, dsb.
2. Versi Islam
Menurut Ibnu Taimiyyah dan ulama-ulama lainnya, cinta dibedakan menjadi 2, yaitu cinta syahwati dan cinta imani.
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini (syahwat), yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dann disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imran: 14).
Cinta syahwati adalah sesuatu yang manusiawi, dan syah-syah saja dimiliki oleh manusia.
“Katakanlah: ‘Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?’ Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) istri-istri yang disucikan serta keridhoan Allah. Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Yaitu) orang-orang yang berdoa: “Ya Tuhan Kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran: 15-16).
Manusiawi, tetapi ternyata ada sesuatu yang jauh lebih baik daripada sekedar mencintai sesuatu yang diingini. Yakni cinta yang berdasarkan pada iman. Inilah hakikat cinta imani.
Orang-orang yang beriman, tak pernah memisahkan dua jenis cinta ini. Bukan berarti mencampur-adukkan, tetapi cinta imani menjadi dasar baginya saat mencintai sesuatu yang diingininya.
Kita sering mendengar ucapan “Uhibbuka lillah” atau “I love you because Allah” atau ”Aku cinta padamu karena Allah.” Inilah lazimnya ucapan yang dilantunkan seorang mukmin kepada sosok yang dicintainya. Cinta itu muncul, tapi dalam spirit kecintaan kepada Allah.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah membagi cinta berdasarkan prioritas atau urutannya menjadi 6 jenis cinta.
1. At-tatayyum, cinta yang terkait dengan masalah ibadah. Cinta jenis ini muntak hak Allah. Laa ilaha illallaah, aku bersaksi tiada Ilah selain Allah. Ilah dalam hal ini berarti sesuatu yang dikasihi, dicintai, dipuja, diagungkan dsb.
2. Al-‘isyku, cinta yang membuat kita bersikap hormat, patuh, meneladani, membela namun tidak sampai pada taraf mengabdi atau menyembah, sebab sesembahan kita hanyalah Allah. Cinta jenis ini boleh ditujukan pada Rasulullah SAW.
3. As-syauqu, cinta yang melahirkan perasaan mawwadah dan rahmah. Cinta ini muncul antara seorang suami dengan isteri (bukan dengan pacar), orang tua dengan anaknya, atau seseorang dengan saudaranya sesama mukmin.
4. Ash-shababah, cinta sesama muslim yang melahirkan perasaan ukhuwah islamiah.
5. Al-‘athfu, simpati. Cinta jenis ini ditujukan pada sesama manusia, termasuk yang bukan muslim, khususnya yang butuh dibela karena dizalimi atau tengah mendapatkan musibah.
6. Al-‘alaqah, kecintaan kepada harta benda yang terbentang di alam semesta. Bentuk kecintaannya adalah memanfaatkan benda-benda yang kita miliki dengan baik dan tidak berlebih-lebihan.
3. Filsuf Yunani vs Islam
Pembagian cinta menurut para filsuf Yunani sangat sempit. Objek dari cinta itu hanyalah manusia. Sedangkan menurut para ulama, jauh lebih universal, karena meliputi segala sesuatu yang ada di jagad raya ini. Mulai dari Allah sebagai Rabbul’alamin, hingga kepada alam semesta. Bahkan cinta kepada manusia pun dibuat berkategori.
Tahapan cinta menurut filsuf Yunani hanya terhenti pada agape, yakni take and give. Sedangkan orang mukmin, dituntut memberikan cinta sampai pada taraf penyerahan diri secara total, yakni cinta kepada Allah Azza wa Jalla.
Dalam versi Islam, kita tak mengenal ranah ‘abu-abu’. Dalam versi Yunani kita mengenal phelia, yang sepertinya menjadi legitimasi bagi kita untuk menuju proses take and give. Pilihan cinta dalam Islam hanya 2, syahwati atau imani. Tak ada abu-abu. Tentu saja bukan berarti Islam tidak memberi ruang untuk bertransisi. Islam sangat menghargai proses. Namun, kesungguhan kita untuk benar-benar memiliki cinta yang imani, harus mendasari proses transisi itu. Jadi, ga ada tuh yang namanya “gue kan masih awam begini, ya wajarlah kalau masih begini...”. Meskipun masih awam kita harus berupaya seminimal mungkin buat mencapai keimanan yang hakiki.
(Sumber: Buanglah Pacar Pada Tempatnya, 2010)